Materi
|
:
|
SURAT AT-TIIN
|
Standar Kompetensi
|
:
|
1. Memahami Ajaran Al-Quran
Surat At-Tiin
|
Kompetensi Dasar
|
:
|
1.1. Membaca Surat At-Tiin dengan tartil
1.2. Menyebutkan
Arti Surat At-Tiin
1.3. Menjelaskan
Makna Surat At-Tiin
|
Alokasi Waktu
|
:
|
4 X 40
menit ( 2
pertemuan)
|
A.
Membaca dengan fasih dan tartil
Surat At Tin merupakan surat
yang ke 95 yang terdiri delapan ayat surat
ini tergolong surat-surat makiyyah karena diturunkan dikoyta Makkah. Nama At
Tin diambil dari kata At Tin yang terdapat pada ayat pertama surat At Tin ini, At Tin artinya Buah Tin.
Bacalah surat
At Tin berikut ini dengan harokat dan makhrojnya.
ÈûüÏnG9$#ur ÈbqçG÷¨9$#ur
ÇÊÈ
ÍqèÛur
tûüÏZÅ
ÇËÈ
#x»ydur
Ï$s#t7ø9$#
ÂúüÏBF{$#
ÇÌÈ
ôs)s9
$uZø)n=y{
z`»|¡SM}$#
þÎû
Ç`|¡ômr&
5OÈqø)s?
ÇÍÈ
¢OèO
çm»tR÷yu
@xÿór&
tû,Î#Ïÿ»y
ÇÎÈ
wÎ)
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏHxåur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
óOßgn=sù
íô_r&
çöxî
5bqãYøÿxE
ÇÏÈ
$yJsù
y7çÉjs3ã
ß÷èt
ÈûïÏe$!$$Î
ÇÐÈ
}§øs9r&
ª!$#
Ès3ômr'Î
tûüÉKÅ3»ptø:$#
ÇÑÈ
(1) Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun[1587], (2)
Dan demi bukit Sinai[1588], (3) Dan demi
kota (Mekah) Ini yang aman, (4) Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (5) Kemudian kami kembalikan dia ke tempat
yang serendah-rendahnya (neraka), (6) Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (7)
Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya
keterangan-keterangan) itu? (8) Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya?
ÈûüÏnG9$#ur È
|
Demi
( buah ) tiin
|
bqçG÷¨9$#ur
|
Dan
buah zaetun
|
ÍqèÛur tûüÏZÅ
|
Dan
demi gunung sina
|
#x»ydur Ï$s#t7ø9$#
|
Dan
demi negeri ( mekkah / ini )
|
ÂúüÏBF{$#
|
Yang
aman
|
s)s9ْ
|
Sesungguhnya
|
$uZø)n=y{
|
Kami
telah menciptakan
|
`»|¡SM}$#
|
Manusia
|
þÎû
|
Didalam
|
Ç`|¡ômr&
|
Sebaik-baiknya
|
5OÈqø)s?
|
Kejadian
|
¢OèO
|
Kemudian
|
m»tR÷yuُ
|
Kami
kembalikan
|
@xÿór& tû,Î#Ïÿ»y
|
Tempat
yang serendah-rendahnya
|
wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
|
Kecuali
orang yang beriman
|
(#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
|
Mereka
mengerjakan kebaikan
|
Oßgn=sù
|
Maka
bagi mereka
|
íô_r&
|
Pahala
|
çöxî 5bqãYøÿxE
|
Yang
tiada putusnya
|
$yJsù y7çÉjs3ã
|
Maka
apa yang menyebabkan mereka mendustakanmu
|
ß÷èt ÈûïÏe$!$$Î
|
sesudah (adanya keterangan-keterangan)
|
}§øs9r& ª!$#
|
Bukanlah
Allah
|
Ès3ômr'Î tûüÉKÅ3»ptø:$#
|
Hakim
yang paling adil
|
B.
Makna yang terkandung dalam Surat At Tiin
·
Supaya dapat memahami surat At Tiin dengan baik,
maka perhatikanlah penjelasan beriikut :
Didalam ayat ini Allah bersumpah demi
buah Tiin dan buah Zaetun, karena keduanya termasuk buah-buahan yang bermanfaat
kepada manusia sehingga dizaman sekarang sangat dianjurkan memakan buah-buahan
karena khasiatnya bagi kesehatan badan dapat membantu melancarkan pencernaan
·
Kandungan Surat At Tiin
1.
Manusia dijadikan oleh Alllah
makhluk terbaik, baik jasmani maupun rohani bila dibandingkan dengan makhluk
lain.
2.
Manusia akan mendapatkan
derajat yang tinggi bila beriman dan beramal sholeh, dan dijadikan makhluk yang
sangat rendah bila tidak beriman dan beramal
3.
Sesungguhnya Allah adalah hakim
yang paling adil dan kita hendaklah mengembalikan segala urusan kepadanya.
Evaluasi Materi
A. Pilihlah jawaban yang benar !
1. Ayat
Al-Qur’an Surat At-Tiin berjumlah ….
a. 7 ayat c.9 ayat
b.8 ayat d.10 ayat
2. Surat At-tin termasuk surat Makiyah yang
berarti....
a. diturunkan di Madinah
c. turun sesudah nabi hijrah
b. turun sebelum nabi hijrah d. turun
pada saat pertempuran
3. ÏúüÏBF{$#$s#t7ø9$##x»ydur Â
Lafad
tersebut termaktub dalam alquran surat at-tin ayat ....
a. 2 c.
4
b. 3 d.
5
4. Dalam Surat At-tiin
Allah SWT bersumpah dengan nama sebuah bukit/gunung yang bernama....
a. Tiin c. Sinai
b. Zaitun d.
Uhud
5. ÍûüÏZÅ qèÛur t
Lafad tersebut termaktub dalam alquran surat at-tin ayat ....
a. 2 c. 4
b. 3 d.
5
B. Jawablah dengan tepat !
- Apa saja yang digunakan Allah untuk bersumpah dalam surat At- tiin ?
- Tulislah Surat at- tiin ayat 5!
- Apa yang harus kita lakukan agar tidak menjadi mahluk yang serendah-rendahnya ?
- Apakah yang dimaksud dengan surat makiyah ?
- Siapakah hakim yang paling adil itu?
\
Manaqib Al Habib Muhammad bin Syekh bin
Yahya, Jagasatru Cirebon
Al Habib
Muhammad bin Syekh bin Yahya, Jagasatru Cirebon
Suatu hari, rumah Habib Alwi, ayah Habib
Anis Solo, di datangi Habib Syekh Cirebon atau yang akrab disapa “Abah Syekh”.
Habib Alwi menyambut dengan hangat, soerang santri kemudian disuruh untuk
menyiapkan jamuan. Entah mengapa selama membawa dan menyiapkan jamuan satri
tersebut menundukkan kepala. Si santri rupanya menenal baik tamu itu dan
berharap tamu itu tidak sampai mengenalinya.
Setelah berbincang ringan dan saling
bertukar kabar, Abah Syekh kemudian menjelaskan maksud kedatangannya, ia ingin
mejenguk putranya. Habib Alwi tampak heran, karena ia tak tahu ada putra Abah
Syekh nyantri di sini. Kemudian Habib Alwi bertanya siapa yang dimaksud. Dengan
tenang Abah menjawab, “itu yang sedang menuangkan air”, ini putraku. Tentunya
Habib Alwi terkejut ternyata santri yang hampir dua tahun mengerjakan tugas
rumah ternyata putra Habib Syekh, Ulama besar Cirebon. Padahal jika ditanya
putra siapa, sang santri tadi menjawab aku putra “Abdullah si tukang air”,
tentunya sang santri tidak mau berbohong dan identitasnya diketahui karena dulu
Ayah beliau “Abdullah : Hamba Allah” sempat berdagang air ketika menimba ilmu
dan menetap di Makkah. Begitulah kebiasaan Habib Muhammad bin Yahya supaya
perlakuannya disamakan dengan santri lainnya. Setelah latar belakangnya
terungkap kemudian ia meminta izin ke Habib Alwi untuk berguru di tempat lain.
Menyamar merupakan kebiasaan dalam
menuntut ilmu sewaktu muda sebagai sifat mujahadahnya bahkan setelah beliau
menjadi ulama besar di Cirebon. Pernah suatu saat “Kang Ayip Muh” sapaan akrab
orang Cirebon, mengunjungi salah satu cucu keponakannya yang sedang kuliah di
Malang. Beliau minta pada cucu nya untuk mengantar keliling kampong untuk
berkunjung ke Kyai setempat, tanpa ragu dan segan Kang Ayip Muh mendatangi
mereka layaknya orang biasa yang minta didoakan, dinasehati, bahkan beliau
duduk sangat khusyu mendengarkan wejangan dari Kyai yang beliau temui. Dan di
saat pamitan, beliau dengan tawadhu nya mencium tangan sang Kyai bolak-balik,
demikianlah ke Tawadhuan beliau. Tentunya sang cucu bingung meliat kejadian
ini, sebelum berangkat ia dipesan untuk tidak komentar dan hanya mengantar
saja.
Beliau pun sering memakai nama samara jika
masuk rumah sakit di Cirebon ketika sakait, karena tidak inggin merepotkan dan
di perlakukan khusus di sana. Bahkan keluarga beliau sampai tidak tahu tentang
hal ini, sampai tidak jarang beliau “menghilang” beberapa hari, samapi
keluarganya harus mencari di setiap rumah sakit untuk mencarinya.
Ilmu Dunia dan Akhirat
Abdul Qodir, demikianlah Ayah
beliau memberikan nama sewaktu kecil, saat lahir 15 Juli 1932. Namun seorang
sahabat, Habib Abdullah Assegaf, ayah Ustadz Shaleh Assegaf Kebon syarif
Cirebon, malah menamainya “Muhammad”, dan Abah Syekh menerimanya. Dalam rujukan
kitab nasab Alawiyyin namanya tertera sebagai Muhammad Abdul Qodir.
Kang Ayip
Muh kecil memang anak yang cerdik sewaktu kecilnya, senang bercanda, dan pandai
membuat suasana gembira. Namun beliau lebih mementingkan urusan belajarnya,
sehingga beliau terkenal dengan kesukaannya berburu ilmu. Sambil menekuni
berguru kepada ayahnya sendiri, beliau awali dengan pendidikan formalnya di MI
Persatuan Umat Islam hingga kelas 3, kemudian dilanjutkan ke jami’iyyah
Ta’limiyyah atau Madrasah Darul Hikam sekarang. Selepas dari sana kemudian
dilanjutkan mondok ke Kyai Sanusi di Pesantren Babakan Ciwaringin. Selain
nyantri beliau juga rajin mendatangi ulama untk menimba ilmu dari mereka.
Diantaranya Habib Ahmad bin Ismail bin Yahya Arjawinangun, Kyai Idris Pesantren
Kempek, Kyai Ridhwan Pesantren Buntet, Pesantren Benda, dan Pesantren
Galagamba.
Saking gemarnya berburu ilmu
sampai-sampai ilmu kanuraggan pun beliau pelajari, tidak main-main beliau
berguru ke Kyai Tarmidi Kebon Gedang, salah satu Kyai Cirebon yang terkenal
ilmu kanuranggan dan kesaktiannya. Namun keahlian yang pernah dipelajari ini
tidak pernah beliau tampakkan. Lalu pendidikannya beliau lanjukan ke Jakarta di
Jamiat Kheir, lembaga pendidikan terkemuka saat itu, dan beliau juga sempatkan
mengaji ke Habib Salim bin Jindan, semua ulama pun beliau datangi untuk sekedar
bertabaruk dan meminta ijazah. Setelah di Jakarta beliau melanjutkan mondoknya
ke Jawa Tengah tepatnya di Ponpes Kaliwungu asuhan Kyai Ru’yat, sambil
melanjutkan pendidikan SLTP di Semarang, kemudian melanjutkan SLTA nya ke Solo
dan mukim dan mengaji di Habib Alwi al Habsyi selama dua tahun. Kemudian
dilanjutkan ke Ponpes Jamsaren di Solo asuhan Kyai Abu Ammar.
Setelah berkelana di jawa tengah,
pemuda yang haus ilmu ini lanjutkan mondoknya di Jawa Timur. Di awali masuk ke
Ponpes Darul Hadist dan belajar kepada Habib Abdul Qodir bin ahmad Bilfagih.
Setiap kali mondok beliau selalu memanfaatkan waktu untuk belajar, dan bukan
hanya belajar di Kyai pengasuh pesantren saja, beliau sempat pesankan, “Lamon
mondok sing akeh gurune” atau kata lain, kalo belajar harus punya banyak guru.
Pendidikan formalnya bahkakn berlanjut hingga tingkat akademi jurnalistik,
Yogya, tapi setiap kali beliau ditanya mengenai perihal itu, dengan entengnya
beliau katakan “semuanya hilang”.
Pada akhirnya beliau kembali ke
tanah Cirebon untuk berkhidmat ke Ponpes Jagastru, beliau juga menimba ilmu
kembali ke sang Ayah, abah Syekh yang telah lama menimba ilmu di tanah suci,
tentunya dengan bingkai birrul walidain. Kecintaan akan ilmu tak trehenti
sampai di situ bukan hanya pergi ke Kyai sepuh, beliau juga sempatkan menimba
ilmu ke teman sejawat beliau, guru sekaligus teman seperjuangan Ustadz Shaleh
Assegaf.
Berdakwah dan Bermanfaat
Sejak kecil kang Ayip Muh senang
mengajak teman-temannya untuk mengaji, di waktu yang sama ketikan masa kolonial
beliau tidak tega melihat penderitaan, beliau sempatkan member bantuan kepada
mereka secara sembunyi-sembunyi. Ya, kedua sifat inilah yang selalu melekkat
dalam pribadi beliau, pertama, berdakwah,
menyampaikan ilmu, dan bertutur bijak kepada masyarakat luas. Kedua, berpikir,
berbuat, dan menebar manfaat dengan penuh rasa ikhlas.
Dalam berdakwah semua orang tahu,
beliau orang yang tegas. Sampai beliau pernah difitnah dan di bui dan tentunya
dengan menerima berbagai deraan. Sampai kaki beliau diikat ke atas sementara
kepalanya menggantung ke bawah. Di saat yang sama kepala beliau dihajar dengan
dengan batang senapan sampai berdarah, sampai kemudian tali penggantungnya
putus, sehingga kepalanya terbentur keras di lantai. Aneh bin ajaib tidak
keluar suara apapun dari mulut beliau yang menadakan kesakitan, pas sudah
sadar, beliau pun ditanya oleh kawan-kawannya yang juga turut di siksa, “tadi
sakit kang..?”. Beliau katakan, “tidak, Alhamdulillah pas saya tadi dipukuli
saya tidur pulas, makannya saya tak merasakan apa-apa, emang tadi bagaimana..?”
beliau malah tanya balik. Mendengar jawab itu, kawan-kawannya keheranan bukan
main.
Konon singkat cerita orang-orang
yang dulunya menganiaya beliau, setelah mereka taubat dan pensiun, malah datang
ngaji ke beliau, dan diterima dengan baik seakan tidak pernah terjadi apa-apa.
Beliau maafkan dan melupakan kejadian itu dan tak menceritakan ke orang lain
sewaktu beliau hidup. Pola pikirnya selalu dilandaskan dengan prasangka baik,
membuat ulama yang berjiwa besar ini menjadi panutan yang menghargai perbedaan
dan tak suka menyalahkan upaya dakwah pihak lain. Bahkan kepada pemabuk pun
beliau masih berahlak, beliau awalnya mengingatkan kalau mabuk yang teratur
janagn di sudut jalan, jangan meminta paksa ke jamaah yang berkunjung, sampai
beliau pun sempatkan member uang ke mereka, “nih untuk kalian”. Dengan
kemuliaan hati, banyak diantara mereka yang sadar dan kembali ke jalan yang
benar. Pesan beliau “Orangnya jangan dibenci tapii becilah perbuatannya, setiap
kondisi harus dipilah berdasarkan kondisi dan porsinya”. Jangan heran waktu itu
di Tahun 2003 Cirebon bergejolak Kang Ayip Muh, langsung turun memimpin ribuan
warga dan santrinya untuk mendesak pemerintah setempat untuk mengesahkan RUU
Anti Miras dan Perjudian, akhirnya Alhamdulillah tuntutan itu dipenuhi.
Waktu Padat Demi Umat
Sehari – hari Kang Ayip hampir
tidak punya waktu luang untuk urusan pribadi, maklum karena banyak warga
Cirebon dan sekitar nya berebut meminta beliau ceramah, menikahkan, atau hanya
sekedar hadir di acara tertentu. Sebelum azan subuh, sudah ada tamu yang
menjemputnya, pulang saat menjelang dhuhur, siangnya ada yang menjemput lagi,
setelah rehat sebentar beliau lannjutkan sholat ashar, setelahnya mengajari
santrinya, setelah itu sudah banyak tamu yang menunggu di beranda pesantren
untuk bersilaturahim, beliau buang jauh rasa penat dan lelah, dengan selalu
ceria dihadapan para tamu, antara maghrib dan isya beliau mengajar santrinya
kembali, stelah sholat isya lagi-lagi sudah ada yang menjemputnya di teras
rumah. Seringkali jarak yang ditempuh sangat jauh, sampai beliau sering pulang
larut malam, tak sempat bertukar baju beliau sudah terlanjur tidur.
Hari-hari Kang Ayip bukan hanya
sibuk, tapi berkah, bayangkan selain mengurusi pesantren, menjadi Ketua MUI
kodya Cirebon selama dua periode, sudah hamper semua tamu bisa mengambil berkah,
bertemu dengan beliau. Namun dibalik kacamata beliau, terlihat mata yang agak
merah berair seperti ada masalah besar yang beliau pikirkan atau rasakan, namun
beliau pendam dalam-dalam. Sesekali air matanya tertetes ketika mengajar,
membuat uraiannya terhenti sejenak. Di luar itu, bukan hanya sesekali orang
mendapati beliau menangis di keheningan malam ditempat yang sunyi, sendirian.
Di belakang rumah, di balik pepohonan, di pinggir sungai dekat pesantren, dan
di tempat lainnya. Bahkan malam sebelum Tsunami di Aceh, seorang muridnya
mendapati beliau tengah menagis seorang diri, di sisi patai Pulau Jawa yang
sepi. Ketika ditanya, beliau justru minta untuk jangan dilanjutkan pertanyaan
itu, dan diminta untuk meniggalkan dirinya. Esoknya, entah ada hubungannya atau
tidak, terjadilah bencana Tsunami terbesar yang memilukan itu.
Serba Indah dan Payung Kota
Cirebon
Potret kehidupan Kang Ayip adalah
cerminan ahlakul karimah dan contoh yang baik, dibalut kesederhanaan dan
ketawwadhuan, banyak orang dekat yang mendengar langsung kisah beliau, tapi
minta jangan disebarkan, kecuali sudah wafat. Rupanya beliau inginkan orang
lain bisa memetik hikmah dari kisahnya, namun risih jika orang lain
menganggapnya lebih. Jarang beliau mengenakan imamah layaknya yang seperti kita
lihat, kecuali di saat beliau mengisi majelis Ahad Pagi, Kajian Tafsir
Jalalain. Beliau selalu tampil bersahaja, zuhud dan wara’ dalam urusan dunia,
ucapannya selalu ditunggu orang, dalam berbagai kesempatan, ketika mengajar,
ceramah, diskusi berat dan lain sebagainya, kata-kata beliau selalu melekat di
pribadi masing-masing yang mendengarkannya, bahkan bercanda nya pun sarat
makna, jika disimak dengan baik. Pernah di waktu santai bersama keluarga,
beliau minta di pijat, di sela obrolannya beliau pesankan “Saya malu orang lain
saya ajari tapi anak sendiri tidak”. Rumah beliau tak pernah sepi dari
tamu, bahkan dari luar negeri, semua kalangan nusantara. Ada sisi lain dari
Kang Ayip, beliau selalu fasih berbahasa tergantung tamu yang datang, arab, sunda,
jawa, melayu, bahkan inggris. Beliau juga tidak segan duduk ngobrol ngopi
bersama tukan becak, buruh kasar, tukang sayur, dan lainnya, cara beliau
berinteraksi sangat memukau di semua kalangan sampai yang mereka rasakan adalah
dirinya teramat diperhatikan dan dekat dengan Kang Ayip.
Meski tak berminat di bidang
politik, tapi beliau tak menjauhi mereka, beliau menerima kalau mereka sowan ke
kediaman beliau dengan baik. Di mata Kang Ayip semuanya semata lahan dakwah,
tak ada yang lain, ia sangat menghargai perbedaan, sampai jika ada pihak yang
berselisih paham, bertikai dan sebagainya pertemuan itu harus diadakan di
Jagastru, kediaman beliau. Sempat terjadi konflik di area keraton Cirebon, dan
Kang Ayip lah yang membantu manjadi penengahnya, kharismanya begitu kuat,
sampai akhirnya merekan sepakat untuk Islah, berdamai. Begitu banyak sifat dan
kepribadian beliau jika kita ungkap atau tulis semuanya, menggambarkan beliau
secara total mengikuti datuknya Sayyidina Muhammad Saw, total dalam berdakwah
dan maslahat bagi umat.
Wafat Ketika Duduk Tahiyyat,
Lautan Manusia Mengantarkan Beliau
Beberapa tahun terakhir dalam
kehidupan Kang Ayip, keluarga sebenarnya sudah mengetahui bahwa beliau mengidap
penyakit dalam, namun mereka sepakat untuk tidak mencemaskan di hadapan beliau,
selanjutnya perjalanan hidup beliau di dunia ini terhenti, Selasa menjelang
Magrib 26 Desember 2006 tepat di tanggal peristiwa Tsunami, Jagat Cirebon
seakan kelabu dan bergetar, Kang Ayip Muh wafat. Dalam waktu yang singkat, awan
kesedihan menggelayuti Cirebon dan sekitarnya, kabar ini terhitung mengejutkan
karena beberapa hari sebelumnya kesehatan beliau terpantau sehat, Ahad
sebelumnya masih mengisi Ta’lim seperti biasa, siang nya masih menghadiri acara
dari parpol Islam, bahkan sorenya masih menerima tamu.
Saat berbincang dengan tamu di
bangku teras rumahnya, beliau izin pamit sebentar untuk menunaikan sholat
ashar, mereka paham kalau sedang sholat memakan waktu yang lama, namun kala itu
lain dari biasanya, hingga salah seorang menantunya masuk ke kamar beliau untuk
membawakan teh hangat ke beliau. Namun di saat itulah didapati tubuh Kang Ayip
sudah tak bergerak sama sekali. Beliau wafat dengan posisi duduk tahiyyat akhir
dengan telunjuk masih menghadap ke Ka’bah. Pertanda seorang hamba yang total
dengan kesaksian bahwa tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah Ta’ala.
Allah juga yang menetapkan waktu istirahat panjangnya kepada Kang Ayip setelah
sekian lama berjuang di jalan – Nya. Sejenak kemudian Ponpes Jagastaru berubah
menjadi lautan manusia, setelah dimandikan dan di sholati sekitar jam 21.00
WIB, ribuan penta’ziyah silih berganti mensholati beliau sampai pagi harinya.
Rabu siang iringan manusia mengantarkan beliau seperti lautan manusia, belum
lagi warga yang berdiri di sepanjang jalan penuh dengan kesedihan, meneteslah
air mata dengan tanpa sengaja, mengingat kemuliaan beliau sewaktu hidupnya. Ini
sama dengan kejadian dulu waktu wafatnya Abah Syekh, hampir sama. Sesuai dengan
pepatah “Ma fil aba fil abna” seperti halnya seorang ayah, demikian pula
anaknya. Suasana pemakaman di Jabang Bayi Cirebon tidak jauh berbeda, sejak
pagi ribuan jamaah mendatangi lokasi itu, meraka tak sabar untuk mengantar Kang
Ayip untuk terakhir kalinya, semua elemen bangsa turut hadir, dan mngamankan
prosesi pemakaman. Pagi itu Cirebon menangis, mentari seolah tak berani
menampakkan keceriannya, hilang sudah sosok yang selalu memperhatikan umat,
membimbing dan meneladani setiap ahlakul karimah. Sesuai amanah beliau, Kang
Ayip dimakamkan di samping makam Abahnya, seperti yang kita ketahui pemakaman
Jabang Bayi adalah pemakaman umum, beliau di akhir hayatnya pun ingin selalu
dekat dengan rakyat biasa ia cintai, tanda kesejukan dan kesederhanaan begitu
juga makam beliau, layaknya makam orang biasa, inilah Totalitas Seorang Hamba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar